ASPEK HUKUM PENYELESAIAN KREDIT MACET

DUNIA perbankan Indonesia kembali dilanda kredit bermasalah. Berdasarkan audit BPK, setidaknya 24 kredit yang disalurkan Bank Mandiri senilai Rp2 triliun lebih macet. Pengucuran kredit tersebut diduga diwarnai kolusi antara pejabat Bank Mandiri dan debitur. Hal ini terindikasi dari adanya permohonan kredit yang semula dinyatakan tidak layak, namun kredit tetap dikucurkan. Oleh karena itu, pemeriksaan terhadap direksi Bank Mandiri dimaksudkan untuk menguak keterlibatan mereka dalam pengucuran kredit tersebut.

Sebenarnya skandal Bank Mandiri hanya sebagian kecil dari segudang kasus kredit macet yang terjadi di lembaga perbankan Indonesia. Masih banyak konglomerat menikmati fasilitas kredit, baik yang dikucurkan karena KKN atau kroniisme yang jumlahnya boleh jadi melebihi kredit Bank Mandiri.

Kita patut prihatin melihat tingginya angka kredit macet di Indonesia. Yang lebih memprihatinkan lagi, dari sejumlah kasus kredit macet tersebut, sebagian besar yakni sekitar 60-70%, diderita bank pemerintah.

Berbagai upaya telah ditempuh pemerintah untuk menekan kuantitas kredit macet di lembaga perbankan. Pemerintah pernah membentuk Tim Supervisi Kredit Bermasalah Bank Pemerintah guna memantau penyelesaian kredit macet. Kemudian diluncurkan program sistem informasi kredit (SIK) antarbank untuk mengetahui nasabah (debitur) yang mempunyai catatan buruk karena pernah memacetkan kredit.

Manakala langkah preventif mengalami kebuntuan dalam menyelesaikan kredit macet, ditempuhlah upaya represif yaitu diselesaikan melalui pengadilan. Upaya tersebut dilakukan mengingat pengadilan merupakan benteng terakhir bagi setiap orang untuk menyelesaikan segala persoalan, termasuk kredit macet.

Sebelum ditempuh jalur pengadilan, biasanya bank mencoba mengupayakan penyelesaian secara musyawarah dengan melakukan rescheduling, reconditioning, dan restructuring terhadap perusahaan (debitur) penunggak kredit. Apabila upaya tersebut tidak juga berhasil, tidak tertutup kemungkinan diselesaikan melalui jalur hukum dengan melibatkan institusi pengadilan.

***

Sebelum ditempuh penyelesaian melalui jalur hukum, perlu kiranya diketahui apakah persoalan kredit macet termasuk dalam lingkup hukum perdata atau pidana. Pada asasnya kredit macet merupakan persoalan hukum perdata, yaitu hubungan personal antara perseorangan atau badan hukum yang satu dengan lainnya di bidang harta kekayaan.

Dalam terminologi hukum perdata hubungan antara debitur (peminjam kredit) dan kreditor (bank atau LKBB selaku pemberi kredit) merupakan hubungan utang piutang yang lahir dari apa yang disebut perjanjian, yakni kedua belah pihak berjanji untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing.

Pihak debitur dengan memperoleh kredit dari bank berjanji kepada kreditor (bank) untuk mengembalikan kredit beserta biaya dan bunga sesuai waktu yang telah disepakati bersama. Untuk menjamin dilaksanakannya janji tersebut debitur memberikan pengikat yang lazim disebut jaminan atau agunan, baik kebendaan maupun perorangan.

Dengan adanya jaminan tersebut, manakala debitur ingkar janji, yaitu tidak memenuhi kewajiban sesuai perjanjian, kreditor dapat menuntut pemenuhan utang dari barang jaminan. Kreditor dapat meminta dilakukan penyitaan dan penjualan lelang atas agunan dan aset lain milik debitur jika agunan tidak mencukupi untuk membayar utang.

Kasus kredit macet, yang pada dasarnya merupakan persoalan hukum perdata, tidak tertutup kemungkinan bersinggungan dengan hukum pidana. Tindakan cepat Kejaksaan Agung yang menjadikan empat debitur Bank Mandiri sebagai tersangka didasarkan pada adanya indikasi kuat telah terjadi tindak pidana dalam pengucuran kredit tersebut.

Aspek kriminal dari kasus kredit macet umumnya terjadi pada saat proses permohonan kredit dan pada saat pengucuran kredit. Ketika permohonan kredit diajukan, tidak jarang terjadi kenakalan debitur, baik sendiri atau atas kerja sama dengan pejabat bank, seperti melakukan kolusi dan konspirasi dalam penyaluran kredit.

KKN antara debitur dan pejabat bank agaknya sudah mentradisi dalam penyaluran kredit, terutama di bank pemerintah. Akibat diwarnai KKN maka banyak terjadi pengucuran kredit meski tanpa didahului akad kredit atau tanpa agunan yang safe. Dalam skandal Bapindo yang melibatkan Edy Tanzil beberapa tahun lalu terjadi penyuapan uang ratusan juta kepada direksi Bapindo dan pejabat terkait guna mengucurkan kredit Rp1,3 triliun.

Menurut Pasal 49 ayat 2 UU Perbankan (UU No 7/1992 jo UU No 10/1998) pejabat bank (komisaris, direksi, atau pegawai), baik pada bank swasta atau bank pemerintah, yang melakukan kolusi dengan debitur untuk mempermudah pemberian kredit, diancam penjara minimal 3 tahun maksimal 8 tahun dan denda minimal Rp5 miliar maksimal Rp100 miliar.

Apabila kolusi dilakukan oleh pejabat bank pemerintah yang mengakibatkan kerugian negara, dapat dijerat UU Korupsi (UU No 3/1971 jo UU No 31/1999) dengan ancaman hukuman seumur hidup, atau penjara paling lama 20 tahun dan denda paling tinggi Rp30 juta. Bahkan, jika korupsi tersebut merugikan negara dalam jumlah amat besar dan berpengaruh luas terhadap kehidupan masyarakat, diancam pidana mati.

Jadi, sudah jelas bahwa perangkat hukum pidana dan perdata telah memberikan pedoman dalam penyelesaian kasus kredit macet. Persoalannya sekarang adalah apakah peranti hukum yang tersedia tersebut telah didayagunakan secara optimal dan konsisten oleh pemerintah dalam menyelesaikan kasus kredit macet di Indonesia.

Penyelesaian secara internal, seperti rescheduling, reconditioning, dan restructuring tidak boleh mengabaikan aspek hukum perdata jika memang perlu dilakukan. Apabila kasus kredit macet semata-mata karena masalah perdata murni, penyelesaian melalui jalur hukum perdata hendaknya ditempuh dengan baik. Kesemuanya itu dimaksudkan agar skandal kredit macet dapat diminimalisasi dari panggung perbankan kita.

Namun, upaya penyelesaian melalui jalur hukum perdata tidak boleh menutup jalur hukum pidana jika memang terdapat indikasi terjadi tindak kriminal. Apabila dalam suatu kasus kredit macet terdapat bukti-bukti awal terjadinya pelanggaran hukum pidana, perbuatan tersebut harus ditindak secara tegas dan transparan.

Inkonsistensi penegakan hukum di samping mengakibatkan berlarut-larutnya penyelesaian kasus kredit macet, juga dapat menjadikan perangkat hukum kita mandul sehingga tidak mempunyai daya upaya untuk memaksa debitur nakal memenuhi kewajibannya. Ujung-ujungnya, yang dirugikan adalah lembaga perbankan dan negara secara keseluruhan.

PERPUSTAKAAN DAN HAKI

 

zaman global sekarang, pendidikan merupakan sesuatu yang penting. Karena pendidikan merupakan akar dari peradaban sebuah bangsa. cara yang dapat kita capai. DIANTARANYA MELALUI PERPUSTAKAAN Karena di perpustakaan berbagai sumber informasi bisa kita peroleh, selain itu banyak juga manfaat lain yang dapat kita peroleh melalui perpustakaan.
Ketika kita mendengar kata “Perpustakaan”Apa yang langsung terbayang di benak kita???
PERPUSTAKAAN

suatu institusi unit kerja yang menyimpan koleksi bahan pustaka secara sistematis dan mengelolanya dengan cara khusus sebagai sumber informasi dan dapat digunakan oleh pemakainya.
Dan apa pula” pustakawan, kepustakaan, kepustakawanan dan ilmu perpustakaan”
Maksud pendirian perpustakaan…
Menyediakan sarana atau tempat untuk menghimpun berbagai sumber informasi untuk dikoleksi secara terus menerus, diolah dan diproses.
Sebagai sarana atau wahana untuk melestarikan hasil budaya manusia ( ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya ) melalui aktifitas pemeliharaan dan pengawetan koleksi.
Sebagai agen perubahan ( Agent of changes ) dan agen kebudayaan serta pusat informasi dan sumber belajar mengenai masa lalu, sekarang, dan masa akan datang.
Selain itu, juga dapat menjadi pusat penelitian, rekreasi dan aktifitas ilmiah lainnya.

Pustakawan : Orang yang bekerja pada lembaga – lembaga perpustakaan atau yang sejenis dan memiliki pendidikan perpustakaan secara formal.
Kepustakaan : Bahan – bahan yang menjadi acuan atau bacaaan dalam menghasilkan atau menyusun tulisan baik berupa artikel, karangan, buku, laporan, dan sejenisnya.
Ilmu Perpustakaan : Bidang ilmu yang mempelajari dan mengkaji hal – hal yang berkaitan dengan perpustakaan baik dari segi organisasi koleksi, penyebaran dan pelestarian ilmu pengetahuan teknologi dan budaya serta jasa- jasa lainnya kepada masyarakat, hal lain yang berkenaan dengan jasa perpustakaan dan peranan secara lebih luas.
Kepustakawanan : Hal – hal yang berkaitan dengan upaya penerapan ilmu perpustakaan dan profesi kepustakawanan.

Salah satu hal serius dalam perpustakaan adalah masalah hak atas kekayaan intelektual (HAKI) terutama pada lingkungan akademiksaat ini hak cipta (copyright) telah menjadi aset kekayaan untuk memenuhi aspek ekonomi, hukum maupun institusional yang memberikan insentif kepada pencipta seperti yang selama ini dilakukan oleh perpustakaan
HAKI DALAM PERPUSTAKAAN
Hak Kekayaan Intelektual ke dalam 2 (dua) golongan besar :
Industrial Property Rights
Copyrights And Related Rights

*Dalam perpustakaan, Hak Kekayaan yang paling dominan untuk dilindungi dan dilestarikan adalah golongan yang kedua.

Sesuai dengan sifat dasar hak Cipta yang bertujuan untuk melindungi ciptaan dan pemegang hak cipta, maka Perpustakaan adalah salah satu wahana bagi pemegang hak cipta khususnya berbentuk ciptaan yang berupa karya cetak dan karya rekam.
Pemegang hak cipta memiliki banyak hak, baik yang bersifat ekonomi maupun moral. Di samping itu juga pemegang hak cipta juga memiliki kewajiban berkenaan dengan karya yang telah dilahirkan, baik itu berupa karya cetak dan karya rekam. Bahwasannya karya intelektual harus dapat berfungsi sosial telah diregulasikan oleh pemerintah melalui ”Deposit Act”.

Undang-undang tersebut mewajibkan penerbit dan pengusaha rekaman untuk menyerahkan daftar judul karyanya kepada Pepustakaan Wilayah/ Daerah. Hal ini berkaitan dengan fungsi karya cetak dan rekam sebagai informasi yang merupakan hal mutlak dan penting bagi pengembangan ilmu maupun penciptaan karya intelektual lainnya di bidang teknologi.
pada Pasal 1 ayat (10) Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan menyebutkan bahwa bahan pustaka adalah semua hasil karya tulis, karya cetak dan/atau karya rekam.
Perpustakaan sebagai ”Deposit Act”, dinyatakan bahwa dalam rangka pemanfaatan hasil budaya bangsa tersebut, karya cetak dan karya rekam perlu dihimpun, disimpan dipelihara, dan dilestarikan di suatu tempat tertentu sebagai koleksi Nasional.

Berdasarkan Pasal 2 UU Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1991 Deposit Act, yang berkewajiban menserah-simpankan karya cetak dan karya rekam adalah:
1) penerbit;
2) pengusaha rekaman;
3) warga negara Indonesia yang hasil karyanya diterbitkan/direkam di luar negeri;
4) orang atau badan usaha yang memasukkan karya cetak dan/atau karya rekam mengenai Indonesia.
Karya cetak yang wajib diserahkan kepada Perpustakaan Nasional dan atau Perpustakaan Daerah menurut Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1991 terdiri dari :
Buku Fiksi;
Buku Non Fiksi;
Buku Rujukan;
Karya Artistik;
Karya Ilmiah yang dipublikasikan;
Majalah;
Surat kabar;
Peta;
Brosur;
Karya Cetak lain yang ditetapkan oleh Kepala Perpustakaan Nasional.
Karya rekam yang wajib diserahkan kepada Perpustakaan Nasional dan/atau Perpustakaan Daerah menurut Pasal 10 Peraturan Pemerintah tersebut di atas terdiri atas Karya intelektual dan/atau artistik yang direkam dan digandakan dalam bentuk pita atau piringan, seperti film, kaset audio, kaset video, video disk, piringan hitam, disket dan bentuk lain sesuai dengan perkembangan teknologi.

HAKI DALAM INTERNET

 

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik
UU No 11 tahun 2008

ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang.
Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik.
Beberapa materi yang diatur, antara lain: 1. pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE); 2. tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE); 3. penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE); dan 4. penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE);
Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain: 1. konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE); 2. akses ilegal (Pasal 30); 3. intersepsi ilegal (Pasal 31); 4. gangguan terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE); 5. gangguan terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE); 6. penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE);
Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Perlindungan Hak Cipta dalam Era Digital
adalah menyediakan hak cipta yang akan digunakan oleh publik agar dapat menyelesaikan konflik hukum hak cipta di era digital.
Seorang pencipta yang bersedia untuk melepaskan pekerjaannya di bawah lisensi Creative commons
Jika dia memilih untuk lisensi bekerja di bawah lisensi CC atribusi, misalnya, ia mempertahankan hak cipta, tapi memungkinkan orang lain untuk menggunakan karya tanpa izin dan tanpa pembayaran, selama mereka kreditnya untuk penciptaan yang asli.

Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk suara,gambar,peta,rancangan,foto,electronic data intherchange (EDI),surat electronic (electronic mail),telegram,teks,telecopy atau sejenisnya,tetapi huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

 

Pengertian dalam undang-undang
UU No 11 tahun 2008
Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup ataupun terbuka.
Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.
Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.
Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya.
Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim.
Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.
Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.

Aspek Hukum Perpajakan Dalam Transaksi Jual Beli Melalui Internet

Aspek Hukum Perpajakan Dalam Transaksi Jual Beli Melalui Internet

Kemajuan teknologi informasi telah mengubah pandangan manusia tentang berbagai kegiatan yang selama ini hanya dilakukan oleh aktivitas yang bersifat fisik belaka. Perpaduan teknologi komunikasi dan komputer melahirkan internet yang menjadi tulang punggung teknologi informasi Internet sebagai jaringan komputer terbesar di dunia pada saat ini digunakan oleh banyak orang yang terbesar diseluruh penjura dunia. Setiap orang dapat berimbungan, berbicara, belajar dan berbisnis dengan orang lain dari segala penjuru dunia dengan harga yang relatif murah, cepat dan mudah dari tempat dimana ia berada hanya dengan menekan tuts-tuts keyboard dan mouse komputer yang ada dihadapannya. Kehadiran internet telah membuka cakrawala baru dalam kehidupan manusia. Internet merupakan sebuah ruang informasi dan komunikasi yang menjanjikan yang menembus batas-batas antar negara dan mempercepat penyebaran dan pertukaran ilmu dan gagasan dikalangan ilmuwan dan cendikiawan diseluruh dunia sehingga seolah-olah dunia menjadi kecil dan tidak terbatas. Internet membawa kita kepada ruang atau dunia baru yang tercipta yang dinamakan Cyberspace. Cyberspace merupakan tempat kita berada ketika kita mengarungi dunia informasi global interaktif yang bernama internet. Perdagangan melalui internet sebagai salah satu perdagangan elektronik di samping Elektronik Data Interchange (EDI), telex, fax, Elektronik Funds Transfe (EFT), menurut penelitian yang dilakukan oleh sebuah perusahaan periklanan dan media, 60%nya menyatakan bahwa 10 juta orang atau lebih akan berbelanja melalui internet pada peralihan abad ini. Pengertian dari B to B e-commerce adalah transaksi perdagangan melalui internet yang dilakukan dengan dua atau lebih perusahaan. Transaksi ini biasanya dilakukan untuk pembelian bahan baku atau komponen pendukung kegiatan produksi ataupun perdagangan. B to C e-commerce adalah transaksi jual-beli melalui internet yang dilakukan antara penjual barang dengan konsumen (end user). Sedangkan B to A e-commerce biasanya dilakukan antara pemerintah dengan warga masyarakat dengan maksud untuk memudahkan administrasi, seperti penyetoran dan pengembahan pajak, kontrak dengan pemerintah. Dalam tulisan ini penulis hanya akan membahas mengenai aspek perpajakan dari jenis transaksi B to C e-commerce dan B to B e-commerce saja. Dr. Tan Kamello, SH. MS.; Abdul Muis, SH. MS.

Aspek Hukum Perpajakan Dalam Transaksi Jual Beli Melalui Internet. Available from: https://www.researchgate.net/publication/42354718_Aspek_Hukum_Perpajakan_Dalam_Transaksi_Jual_Beli_Melalui_Internet [accessed Jul 6, 2017].

Aspek Hukum Perpajakan Dalam Transaksi Jual Beli Melalui Internet

Kemajuan teknologi informasi telah mengubah pandangan manusia tentang berbagai kegiatan yang selama ini hanya dilakukan oleh aktivitas yang bersifat fisik belaka. Perpaduan teknologi komunikasi dan komputer melahirkan internet yang menjadi tulang punggung teknologi informasi Internet sebagai jaringan komputer terbesar di dunia pada saat ini digunakan oleh banyak orang yang terbesar diseluruh penjura dunia. Setiap orang dapat berimbungan, berbicara, belajar dan berbisnis dengan orang lain dari segala penjuru dunia dengan harga yang relatif murah, cepat dan mudah dari tempat dimana ia berada hanya dengan menekan tuts-tuts keyboard dan mouse komputer yang ada dihadapannya. Kehadiran internet telah membuka cakrawala baru dalam kehidupan manusia. Internet merupakan sebuah ruang informasi dan komunikasi yang menjanjikan yang menembus batas-batas antar negara dan mempercepat penyebaran dan pertukaran ilmu dan gagasan dikalangan ilmuwan dan cendikiawan diseluruh dunia sehingga seolah-olah dunia menjadi kecil dan tidak terbatas. Internet membawa kita kepada ruang atau dunia baru yang tercipta yang dinamakan Cyberspace. Cyberspace merupakan tempat kita berada ketika kita mengarungi dunia informasi global interaktif yang bernama internet. Perdagangan melalui internet sebagai salah satu perdagangan elektronik di samping Elektronik Data Interchange (EDI), telex, fax, Elektronik Funds Transfe (EFT), menurut penelitian yang dilakukan oleh sebuah perusahaan periklanan dan media, 60%nya menyatakan bahwa 10 juta orang atau lebih akan berbelanja melalui internet pada peralihan abad ini. Pengertian dari B to B e-commerce adalah transaksi perdagangan melalui internet yang dilakukan dengan dua atau lebih perusahaan. Transaksi ini biasanya dilakukan untuk pembelian bahan baku atau komponen pendukung kegiatan produksi ataupun perdagangan. B to C e-commerce adalah transaksi jual-beli melalui internet yang dilakukan antara penjual barang dengan konsumen (end user). Sedangkan B to A e-commerce biasanya dilakukan antara pemerintah dengan warga masyarakat dengan maksud untuk memudahkan administrasi, seperti penyetoran dan pengembahan pajak, kontrak dengan pemerintah. Dalam tulisan ini penulis hanya akan membahas mengenai aspek perpajakan dari jenis transaksi B to C e-commerce dan B to B e-commerce saja. Dr. Tan Kamello, SH. MS.; Abdul Muis, SH. MS.

Aspek Hukum Perpajakan Dalam Transaksi Jual Beli Melalui Internet. Available from: https://www.researchgate.net/publication/42354718_Aspek_Hukum_Perpajakan_Dalam_Transaksi_Jual_Beli_Melalui_Internet [accessed Jul 6, 2017].

Upah dalam Perspektif Hukum

UPAH dalah hal yang krusial dalam hubungan kerja. Upah menjadi salah satu issue yang sering menjadi penyebab rusaknya hubungan harmonis antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Tidak hanya soal upah minimum yang menjadi “pertikaian” rutin tahunan, namun di level mikro (perusahaan) penerapan upah dan hak-hak pekerja/buruh terkait upah juga tidak kalah problematik. Oleh karena itu, penulis mencoba memaparkan upah dalam perspektif hukum. Tulisan ini diharapkan dapat membantu meminimalkan potensi atau konflik pekerja/buruh dan pengusaha yang disebabkan oleh prinsip upah dan penerapannya.

 

Oleh karena ini adalah perspektif hukum, maka tulisan ini sepenuhnya didasari pada Undang-undang. Selain Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menjadi acuan dalam tulisan ini adalah peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan ketenagakerjaan.

 

APAKAH UPAH ITU?

 

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

 

Maksudnya jika sudah ada di dalam perjanjian kerja, maka pembayaran upah dalam perjanjian kerja yang berlaku. Bila sudah dicantumkan di dalam kesepakatan, maka pembayaran upah dalam kesepakatan itu yang berlaku. Namun, jika tidak ada, baik di dalam perjanjian kerja maupun kesepakatan, maka pembayaran upah yang berlaku mengikuti ketentuan pengupahan yang ditentukan oleh undang-undang dalam hal ini tentang upah minimum (termasuk upah minimum sektoral, upah minimum kabupaten/kota dan upah minimum sektoral kabupaten/kota).

 

APA HAK PEKERJA/BURUH TERKAIT PENGHASILAN?

 

Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ini adalah prinsip dasarnya, yang melindungi pekerja/buruh atas penghasilan untuk memenuhi kehidupan yang layak.

 

SIAPA YANG MENENTUKAN UPAH?

 

Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh. Dalam hal ini pemerintah propinsi menetapkan Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMSP). Sedangkan Pemerintah Kabupaten Kota yang menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Minimum Sekotoral Kabupaten/Kota (UMSK). Adapun UMP, UMSP, UMK dan UMSK adalah berlaku khusus bagi pekerja/buruh lajang yang belum menikah dan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun.

 

Sedangkan bagi pekerja/buruh di perusahaan yang sudah menikah atau telah bekerja lebih dari 1 (satu) tahun di level mikro, penentuan upah ditetapkan berdasarkan kesepakatan dengan serikat pekerja/buruh atau penetapan sepihak oleh perusahaan (dalam hal belum ada serikat pekerja/buruh). Bagi pekerja/buruh tersebut tidak boleh didasarkan hanya pada UMP, UMSP, UMK atau UMSK.

 

APA SAJA KEBIJAKAN PENGUPAKAN YANG DITETAPKAN PEMERINTAH?

 

Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh yang ditetapkan pemerintah meliputi:

 

upah minimum;

upah kerja lembur;

upah tidak masuk kerja karena berhalangan;

upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;

upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;

bentuk dan cara pembayaran upah;

denda dan potongan upah;

hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;

struktur dan skala pengupahan yang proporsional;

upah untuk pembayaran pesangon; dan

upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

 

APA DASAR PEMERINTAH MENETAPKAN KEBIJAKAN UPAH MINIMUM?

 

Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan dua hal, yakni: (1) aspek produktivitas dan (2) aspek pertumbuhan ekonomi.

ADA BERAPA JENIS UPAH MINIMUM?

 

Upah Minumum ada 2 (dua) jenis:

 

upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;

upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota;

 

Baik upah minimum berdasarkan wilayah, maupun sektor oleh Pemerintah diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak. Urut-urutan keberlakukan upah apakah UMP, UMSP, UMK atau UMSK adalah mana di antara upah minimum tersebut yang diberlakukan dan lebih baik bagi pekerja/buruh. Artinya, jika UMK sudah ditetapkan, dan UMSP pun sudah ditetapkan, maka dilihat mana yang lebih baik nilainya bagi pekerja/buruh.

 

SIAPA YANG BERWENANG MENETAPKAN UPAH MINIMUM?

 

Upah Minimum ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.

 

DI MANA DIATUR KOMPONEN DAN PELAKSANAAN TAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK?

 

Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak diatur dengan Keputusan Menteri. Saat ini Menteri Tenaga Kerja telah menerbitkan dan memberlakukan Permenaker Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Komponen Dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak

 

BOLEHKAH PENGUSAHA MEMBAYAR UPAH LEBIH RENDAH DARI UPAH MINIMUM?

 

Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Tidak boleh pengusaha membayar lebih rendah dari upah minimum. Upah minimum mana, apakah UMP, UMSP, UMK atau UMSK yang dilarang untuk dibayarkan kurang dari ketentuan? Yang dilarang adalah dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum tertinggi yang telah ditetapkan. Apabila di antara 4 (empat) jenis upah itu yang tertinggi dan sudah sudah berlaku adalah UMSP, maka pengusaha dilarang membayar upah kurang dari nilai UMSP.

 

BAGAIMANA JIKA PENGUSAHA TAK MAMPU MEMBAYAR UPAH MINIMUM?

 

Jangan dilanggar, namun solusi bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum adalah dapat dilakukan penangguhan. Tata cara penangguhan diatur dengan Keputusan Menteri.

Dalam hal pengusaha tidak mampu membayar upah minimum, maka pengusaha dapat mengajukan (permohonan izin) penangguhan pelaksanaan upah minimum (vide Pasal 90 ayat [2] UU Ketenagakerjaan jo Pasal 2 ayat [2] Kepmenakertrans No. Kep-231/Men/2003).

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, peraturan perundang-undangan sesungguhnya memberi ruang toleransi bagi pengusaha melakukan penangguhan upah minimum. Sungguhpun demikian, harus -memenuhi syarat dan ketentuan serta secara prosedural- dimohonkan oleh pengusaha kepada Gubernur melalui “Disnaker” (setempat) dan mendapat persetujuan.

BERAPA KALI PENANGGUHAN UPAH DAPAT DILAKUKAN?

 

Undang-undang tidak menjelaskan berapa kali hal ini boleh dilakukan. Yang jelas menurut Pasal 5 ayat (1) Kepmenakertrans No. Kep-231/Men/ 2003, persetujuan penangguhan upah minimum ditetapkan oleh Gubernur (SK Gubernur) untuk jangka waktu paling lama 12 (dua) belas bulan.

 

Selanjutnya, apabila permohonan itu mendapat restu, maka ada 3 (tiga) kemungkinan alternatif persetujuan:

 

Persetujuan untuk membayar upah minimum sesuai (sama dengan) upah minimum yang lama;

 

Persetujuan untuk membayar upah minimum lebih tinggi (maksudnya lebih besar) dari pada upah minimum yang lama, tetapi lebih rendah dari upah minimum yang baru; atau

 

Menaikkan upah minimum secara bertahap, sehingga pada masa yang ditentukan nilainya sama dengan upah minimum yang baru.

Jadi secara tegas, persetujuan (izin) penangguhan upah minimum diberikan hanya untuk jangka waktu paling lama 12 (bulan). Artinya, dapat diberikan (izin) penangguhan 12 (dua belas) bulan, atau mungkin juga kurang dari 12 (dua belas) bulan. Selanjutnya, setelah dua belas bulan, apakah pengusaha dapat memohon izin penangguhan lagi terhadap upah minimum yang baru sehubungan dengan terbitnya SK Gubernur mengenai upah minimum yang baru? Hal ini tidak dijelaskan lebih jauh.

Oleh karena tidak ada penjelasan, berarti tidak ada larangan bagi pengusaha untuk memohon penangguhan sepanjang memenuhi persyaratan yang ditentukan dan dapat dinilai wajar untuk dimohonkan penangguhan, baik berturut-turut atau dengan waktu selang (jeda) setahun atau beberapa tahun.

Apakah nantinya permohonan tersebut dapat dipenuhi oleh Gubernur atau tidak, ataukah Gubernur hanya dapat memenuhi sebagian atau secara bertahap, semuanya dinilai oleh Gubernur yang akan memberikan keputusan yang patut dan adil.

 

BOLEHKAH PENGUSAHA DAN SERIKAT PEKERJA/BURUH MENETAPKAN UPAH LEBIH RENDAH DARI KETENTUAN?

 

Di level mikro perusahaan penetapan upah dilakukan atas kesepakatan pengusaha dan serikat pekerja/buruh. Akan tetapi pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

APA AKIBAT HUKUM JIKA PENGUSAHA DAN SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH MENETAPKAN UPAH LEBIH RENDAH DARI KETENTUAN?

 

Dalam hal kesepakatan antara Pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

APAKAH STRUKTUR DAN SKALA UPAH ?

 

Struktur upah adalah susunan tingkat upah dari yang terendah sampai yang tertinggi atau sebaliknya dari yang tertinggi sampai yang terendah. Sedangkan, skala upah adalah kisaran nilai nominal upah menurut kelompok jabatan (pasal 1 Kepmenakertrans No. 49/Men/IV/2004 tentang Struktur dan Skala Upah atau Kepmen 49).

 

Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK) disebutkan bahwa pengusaha menyusunan struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi kerja (pasal 92 ayat [1] UUK). Perintah ini dipertegas dalam Kepmen 49 bahwa pengusaha menyusun struktur dan skala upah dalam rangka penetapan upah masing-masing pekerja/buruh di perusahaan (pasal 2).

 

Jika dicermati penjelasan pasal 92 ayat (1) UUK maka penyusunan struktur dan skala upah dimaksudkan sebagai pedoman penetapan upah, guna adanya kepastian hukum dalam penentuan upah dan akan mengurangi kesenjangan (gap) antara upah terendah dan tertinggi. Begitu pula, berdasarkan pasal 10 Kepmen 49, Petunjuk Teknis Penyusunan Struktur dan Skala Upah (pada lampiran Kepmen) adalah pedoman (acuan) dalam penyusunan struktur dan skala upah yang dilakukan (disusun) dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi kerja serta dengan mempertimbangkan kondisi (kemampuan) perusahaan.

 

Artinya, secara hukum, tidak ada ketentuan yang mewajibkan atau mengharuskan penyusunan struktur dan skala upah dengan pengenaan suatu sanksi tertentu. Sungguh pun begitu, dalam rangka mewujudkan hubungan industrial yang harmoni dan agar supaya ada kepastian hukum dan tidak terjadi gap serta untuk menghindari adanya kecemburuan sosial terstruktur di antara para pekerja/buruh, perlu diatur struktur dan skala upah berdasarkan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi kerja, dengan tidak mengurangi hak pengusaha dalam memberi penghargaan berdasarkan kemampuan perusahaan serta tingkat produktivitas dan kinerja masing-masing pekerja/buruh, serta memberi sanksi kepada pekerja/buruh yang melanggar atau wanprestasi (vide Pasal 92 ayat [2] UUK).

 

Jika mengacu kepada azas kebebasan berkontrak boleh saja dilakukan penyusunan struktur dan skala upah (dalam Peraturan Perusahaan/PP atau Perjanjian Kerja Bersama/PKB) tanpa mengacu pada peraturan perundang-undangan, sepanjang dilakukan sesuai dengan mekanisme pembuatan PP atau PKB, yakni adanya saran dan masukan dari pekerja/buruh (dalam PP) atau disepakati di antara para pihak (dalam PKB) dan tetap mengindahkan syarat sahnya perjanjian.

Penggunaan Tenaga Nuklir di Indonesia: Aspek Hukum

 

Bagi kebanyakan orang, ketika mendengar kata “nuklir”, maka yang terbayang adalah asap besar bercampur debu membumbung tinggi ke angkasa disertai suara dentuman dahsyat. Korban berjatuhan akibat ledakan atau akibat radiasi. Ada yang mati seketika, luka, atau sakit bertahun-tahun.

Bayangan dan persepsi itu merupakan kewajaran. Media masa yang seringkali memberitakan nuklir dikaitkan dengan perang atau kebocoran reaktor nuklir telah membentuk citra dan persepsi. Padahal, menurut para ahli, nuklir tidak saja dapat digunakan sebagai senjata, tetapi juga berguna di berbagai bidang kehidupan masyarakat, seperti penelitian, pertanian, kesehatan, industri, dan energi.

Adanya kegunaan di samping bahaya yang mengancam itulah yang memunculkan sikap pro dan kontra. Bagi mereka yang pro, penggunaan tenaga nuklir merupakan keharusan. Sumber energi yang lain sudah tidak mencukupi kelangsungan kehidupan. Sementara bagi mereka yang kontra, penggunaan tenaga nuklir hanya menyengsarakan manusia. Bencana Chernobyl dan Fukushima telah menunjukkan betapa kesengsaraan itu begitu mendalam.

Terlepas dari mana yang dipilih, suatu negara harus menentukan sikap, akan menggunakan tenaga nuklir atau menolaknya. Sikap itu akan terlihat dalam peraturan perundang-undangan negara yang bersangkutan yang disebut dengan politik hukum. Dengan demikian, sikap atas pilihan penggunaan tenaga nuklir suatu negara merupakan politik hukum penggunaan tenaga nuklir negara yang bersangkutan. Tulisan ini tidak dimaksudkan membawa pembacanya untuk mendukung atau menolak penggunaan tenaga nuklir di Indonesia, melainkan hanya membantu pembacanya agar mengetahui apa yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

Rakyat Indonesia melalui wakilnya di DPR memutuskan pilihan bagi kehidupan bernegara. Keputusan terhadap pilihan itu diwujudkan dalam ketentuan undang-undang yang dihasilkan bersama dengan Pemerintah. Hal ini berarti politik hukum yang dipilih rakyat Indonesia terhadap penggunaan tenaga nuklir terlihat di dalam undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Mana yang dipilih oleh rakyat Indonesia? Berikut gambarannya.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran menyatakan bahwa ketenaganukliran menyangkut kehidupan dan keselamatan orang banyak, oleh karena itu harus dikuasai oleh negara; perkembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir dalam berbagai bidang kehidupan manusia di dunia sudah demikian maju sehingga pemanfaatan dan pengembangannya perlu ditingkatkan dan diperluas; oleh karena itu, demi keselamatan, keamanan, ketenteraman, kesehatan pekerja dan anggota masyarakat, dan perlindungan terhadap lingkungan hidup, pemanfaatan tenaga nuklir dilakukan secara tepat dan hati‑hati serta ditujukan untuk maksud damai dan kesejahteraan rakyat.

Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan politik hukum, Indonesia berketetapan memilih memanfaatkan tenaga nuklir di berbagai bidang kehidupan masyarakat, seperti penelitian, pertanian, kesehatan, industri, dan energi dengan syarat dilakukan secara tepat dan hati-hati, untuk maksud damai, dan untuk kesejahteraan rakyat. Jadi,keberadaan instalasi nuklir untuk keperluan energi termasuk pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia merupakan pilihan rakyat Indonesia sekaligus memiliki dasar hukum. Namun, sebagai catatan, khusus pembangunan PLTN dan penyediaan tempat limbah, pemerintah menetapkan pembangunan itu setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

Sebagai perwujudan pilihan di atas, dibuat peraturan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan Badan Pengawas Tenaga Nuklir, peraturan Kepala Badan Tenaga Atom Nasional dan peraturan pelaksanaan lainnya. Uraian di bawah ini menggambarkan secara singkat rincian pelaksanaan politik hukum di atas yakni mengenai: kelembagaan, penelitian dan pengembangan, pengusahaan, pengelolaan limbah radioaktif, pertanggungjawaban kerugian nuklir, ancaman pidana, konvensi internasional, kerjasama bilateral, perizinan, dan pembianaan sumber daya manusia.

Kelembagaan

Bahan nuklir dikuasai oleh Negara dan pemanfaatannya diatur dan diawasi oleh Pemerintah. Untuk melaksanakan kewenangan ini pemerintah membentuk Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), dan Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir, serta mendirikan Badan Usaha Milik Negara (PT Industri Nuklir Indonesia). BATAN bertugas melaksanakan pemanfaatan tenaga nuklir. BAPETEN bertugas melaksanakan pengawasan segala kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir. Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir bertugas memberikan saran dan pertimbangan mengenai pemanfaatan tenaga nuklir. PT Industri Nuklir Indonesia memiliki tugas berkaitan dengan pemanfaatan tenaga nuklir secara komersial.

Penelitian Dan Pengembangan

Penelitian dan pengembangan tenaga nuklir harus diselenggarakan dalam rangka penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir. Penelitian dan pengembangan diselenggarakan terutama oleh dan menjadi tanggung jawab BATAN. Dalam menyelenggarakan penelitian dan pengembangan BATAN dapat bekerja sama dengan instansi dan badan lain.

Pengusahaan

BATAN melaksanakan penyelidikan umum, eksplorasi, dan eksploitasi bahan galian nuklir yang dapat dikerjasamakan dengan BUMN, koperasi, badan swasta, dan/atau badan lain.

Pengelolaan Limbah Radioaktif

Pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan oleh BATAN yang pelaksanaannyadapat bekerja sama dengan atau menunjuk Badan Usaha Milik Negara, koperasi, dan/atau badan swasta.

Pertanggungjawaban Kerugian Nuklir

Pada dasarnya, pelaksana pengusahaan instalasi nuklir wajib bertanggung jawab atas kerugian nuklir yang diderita oleh pihak ketiga yang disebabkan oleh kecelakaan nuklir yang terjadi dalam instalasi nuklir tersebut. Namun dalam peraturan perundang-undangan terdapat batas pertanggungjawaban tersebut (PP Nomor 46 Tahun 2009).

Ancaman Pidana

Terdapat berbagai ancaman pidana bagi pelanggar peraturan perundang-undangan di bidang ketenaganukliran di antaranya pelanggaran izin pembangunan reaktor nuklir. Seseorang yang membangun, mengoperasikan, atau melakukan dekomisioning reaktor nuklir tanpa izin diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah. Dan apabila perbuatan tersebut menimbulkan kerugian, maka ancaman pidananya adalahpenjara seumur hidup atau penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah.

Konvensi Internasional

Dalam rangka memenuhi ketentuan internasional di bidang ketenaganukliran Indonesia meratifikasi beberapa perjanjian, traktat, dan protokol, yaitu:

Perjanjian mengenai Pencegahan Penyebaran Senjata-Senjata Nuklir;
Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir;
Traktat Kawasan Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara;
Konvensi tentang Keselamatan Nuklir;
Perubahan Konvensi Proteksi Fisik Bahan Nuklir; dan
Konvensi Gabungan tentang Keselamatan Pengelolaan Bahan Bakar Nuklir Bekas dan tentang Keselamatan Pengelolaan Limbah Radioaktif.

Kerjasama Bilateral

Selain multilateral, Pemerintah Indonesia juga bekerjasama secara bilateral penggunaan tenaga nuklir untuk maksud-maksud damai dalam bentukpersetujuan, yaitu persetujuan dengan Pemerintah Korea, Pemerintah Argentina, Pemerintah Kanada, Pemerintah India, Pemerintah Italia, dan Pemerintah Amerika Serikat.

Perizinan

Terdapat beberapa izin yang harus dimiliki penyelenggara kegiatan ketenaganukliran antara lain izin reaktor nuklir, izin pemanfaatan tenaga nuklir, dan izin pemanfaatan sumber radiasi pengion dan bahan nuklir. Pelanggaran terhadap ketentuan izin ini diancam pidana penjara dan denda sebagaimana disebutkan di atas.

Pembinaan Sumber Daya Manusia

Untuk mengembangkan kegiatan ketenaganukliran diperlukan sumber daya yang handal sebagai pendukung. Untuk memenuhi kebutuhan akan sumber daya manusia yang handal tersebut dibangun Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir yang merupakan perguruan tinggi kedinasan. Bagi pegawai atau pekerja di bidang ketenaganukliran saat ini juga sudah mendapatkan tunjangan bagi kesejahteraan yang memadai, termasuk tunjangan bahaya radiasi bagi pegawai negeri sipil di lingkungan BAPETEN sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2005 dan tunjangan bahaya radiasi bagi pekerja radiasi sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 1995.

Pengertian dan Jenis-Jenis Hukum”

1. Pengertian Hukum

Pengertian hukum menurut Wikipedia adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan.

Sedangkan hukum menurut para ahli sendiri yaitu:

1. Plato, dilukiskan dalam bukunya Republik. Hukum adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.

2. Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.

3. Bellfoid, hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat itu didasarkan atas kekuasaan yang ada pada masyarakat.

2. Jenis-jenis Hukum

Jenis-jenis hukum yang berlaku saat ini yaitu:

1. Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok.

2. Hukum Publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan warga negaranya. Atau Hukum yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan tentang masyarakat dan menjadi Hukum perlindungan Publik.

3. Hukum Privat adalah hukum yang mengatur kepentingan pribadi, atau hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lainnya dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

4. Hukum Positif atau ius constitutum adalah hukum yang berlaku saat ini di suatu negara. Misalnya, di Indonesia persoalan perdata diatur dalam KUH Perdata, persoalah pidana diatur melalui KUH Pidana, dll.

5. Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk kedalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.

6. Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat.

7. Hukum Tata Usaha (Administrasi) negara adalah hukum yang mengatur kegiatan administrasi negara.

8. Hukum Tata Negara adalah Peraturan-peraturan yang mengatur organisasai Negara dari tingkat atas sampai bawah,sturktur,tugas&wewenang alat perlengkapan Negara hubungan antara perlengkapan tersebut secara hierarki maupu horizontal,wilayah Negara,kedudukan warganegara serta hak-hak asasnya.

9. Hukum Tertulis yaitu hukum yang dapat kita temui dalam bentuk tulisan dan dicantumkan dalam berbagai peraturan negara.

10. Hukum Material yaitu hukum yang berisi perintah dan larangan (terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Perdata, Dagang, dan sebagainya

CONTOH PELANGGARAN HAK CIPTA

Contoh Kasus Pelanggaran Hak Cipta – Aspek Hukum dalam Ekonomi
Contoh pelanggaran Hak Cipta yaitu adanya pelanggaran Hak Cipta yang dilakukan oleh negara Malaysia. Setelah gagal mengklaim lagu Rasa Sayange, Malaysia mencoba mengklaim kesenian yang lain yaitu kesenian rakyat Jawa Timur: Reog Ponorogo yang diklaim Malaysia sebagai kesenian mereka. Kesenian Wayang Kulit yang mereka klaim tidak mengubah nama “Reog”, mungkin karena diikuti nama daerah Ponorogo maka namanya diubah menjadi “Tarian Barongan”. Padahal wujud Reog itu bukan naga seperti Barongsai tapi wujud harimau dan burung merak yang sama seperti Reog Ponorogo. Malaysia kesulitan mencari nama baru sehingga memilih yang mudah saja, yaitu Tarian Barongan. Bukan itu saja, kisah dibalik tarian itupun diubah. Hal ini sama seperti ketika Malaysia mengubah lirik lagu Rasa Sayange. Kalau saja mereka menyertakan informasi dari mana asal tarian tersebut maka tidak akan ada yang protes. Padahal apa susahnya mencantumkan nama asli dan bangsa pemiliknya. Seperti yang mereka lakukan pada kesenian Kuda Kepang yang kalau di Indonesia lebih dikenal dengan nama Kuda Lumping. Malaysia mencantumkan nama asal kesenian Kuda Kepang dari Jawa. Kenapa tidak dilakukan pada kesenian yang lain seperti Reog Ponorogo, Wayang Kulit, Batik, Angklung, Rendang dan lain-lain.

Sebenarnya ada puluhan budaya yg telah diklaim oleh negara sebelah. Dan berikut ini daftarnya :
1. Naskah Kuno dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
2. Naskah Kuno dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia
3. Naskah Kuno dari Sulawesi Selatan oleh Pemerintah Malaysia
4. Naskah Kuno dari Sulawesi Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
5. Rendang dari Sumatera Barat oleh Oknum WN Malaysia
6. Lagu Rasa Sayang Sayange dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia
7. Tari Reog Ponorogo dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia
8. Lagu Soleram dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
9. Lagu Injit-injit Semut dari Jambi oleh Pemerintah Malaysia
10. Alat Musik Gamelan dari Jawa oleh Pemerintah Malaysia
11. Tari Kuda Lumping dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia
12. Tari Piring dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia
13. Lagu Kakak Tua dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia
14. Lagu Anak Kambing Saya dari Nusa Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
15. Motif Batik Parang dari Yogyakarta oleh Pemerintah Malaysia
16. Badik Tumbuk Lada oleh Pemerintah Malaysia
17. Musik Indang Sungai Garinggiang dari Sumatera Barat oleh Malaysia
18. Kain Ulos oleh Malaysia
19. Alat Musik Angklung oleh Pemerintah Malaysia
20. Lagu Jali-Jali oleh Pemerintah Malaysia
21. Tari Pendet dari Bali oleh Pemerintah Malaysia

Malaysia telah melanggar Hak Cipta yaitu menggunakan budaya asli Indonesia dengan mengganti nama, cerita, namun kebudayaan tersebut sesungguhnya berasal dari Indonesia. Pelanggaran Hak Cipta yang telah dilakukan oleh Negara Malaysia dapat dikenakan tindak pidana ataupun perdata. Sebenarnya, hal ini dapat dicegah jika Malaysia mencantumkan nama asli dan bangsa pemilik dari kebudayaan yang dipertunjukkan.

 

Referensi:
http://mundir-asror.blogspot.com/2010/12/malaysia-mengklaim-reog-ponorogo-dan.html
http://budaya-indonesia.org/iaci/Data_Klaim_Negara_Lain_Atas_Budaya_Indonesia

 

Analisis:

Kalau kita selalu mengikuti berita tentang ulah Malaysia yang terlalu sering membuat masalah dengan pihak Indonesia dengan berbagai masalah yang menimbulkan reaksi keras rakyat Indonesia, maka kesan yang nampak adalah bahwa perbuatan tersebut sepertinya disengaja, terencana, sistematis dan pada masa yang akan datang hal tersebut sepertinya akan terus dilakukan.

Anehnya yang menjadi sasaran khusus dari ulah Malaysia tersebut adalah Indonesia. Tentunya sudah sejak lama pihak Malaysia mengamati adanya berbagai kelemahan pihak Indonesia yang terkait dengan wilayah perbatasan, ekonomi, buruknya kualitas SDM TKI, dan krisis cinta tanah air masyarakat Indonesia membuat Malaysia bertindak semaunya.

Selain itu, sebagaimana penjelasan dari Pasal 12 Undang-undang Hak Cipta Indonesia tahun 2002 yang menetapkan bahwa ciptaan yang termasuk dilindungi oleh hukum Hak Cipta di Indonesia. Menurut kami perlu adanya tindakan yang tegas berupa sanksi dari pemerintah Indonesia terhadap Malaysia. Hal ini dimaksudkan adanya efek jera Malaysia untuk tidak lagi mengklaim ciptaan Indonesia.

Entah pihak mana yang bersalah, namun ketika suatu kebudayaan ataupun kekayaan yang dimiliki oleh pihak Indonesia yang telah diakui oleh negara tetangga, disaat itulah pamor suatu kebudayaan itu secepat kilat naik bak ‘bintang dilangit’. Perlunya tingkat kesadaran akan kebudayaan dan kekayaan yang dimiliki oleh negara Indonesia juga seharusnya perlu kita miliki sebagai warga negara yang baik.

Oleh karena itu, kita sebagai warga Negara Indonesia, khususnya pemuda. Cintailah produk dalam negeri, baik itu kebudayaan, bahasa, seni dan lain-lain. Karena atas dasar kecintaan itulah maka kita bisa ikut melestarikan budaya Indonesia. Dan ketegasan pemerintah untuk mempertahankan akan apa yang kita miliki sudah seharusnya semakin diperlihatkan, agar masyarakat Indonesia semakin bersemangat dalam memperjuangkan apa yang telah menjadi hak kita sebenarnya.

 

ASPEK HUKM DALAM TANDA TANGAN

Aspek Hukum Sebuah Tanda Tangan

Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenali seseorang baik itu dalam lingkup keluarga, masyarakat ,melalui suatu bentuk panggilan yaitu sebuah nama dan tanda-tangan yang merupakan abstraksi dari jati diri seseorang.
Yang menjadi suatu permasalahan ialah pada saat orang tersebut berinteraksi, misalnya membuat sebuah transaksi jual-beli, sewa-menyewa,surat-menyurat,dsb, maka orang tersebut akan membubuhkan tanda-tangan sebagai perlambang dari tindakan orang tersebut, bagaimana makna dari sebuah tanda tangan dalam tulisan ini, penulis akan mencoba memaparkan untuk memberikan pemahaman hukum terhadap makna pembubuhan sebuah tanda tangan dalam penandatanganan suatu akta.
KUHPerdata (Burgelijk Wetboek) hanya mengakui surat yang bertanda tangan, karena surat dalam BW diperlukan sebagai sarana pembuktian dalam peruntukannya. Surat yang tidak bertanda tangan, tidak diakui dalam BW, karena ‘tidak dapat diketahui’ siapa penulisnya.
Surat bertanda-tangan itu disebut dengan ‘akta’. Orang pada umumnya akan berpendapat bahwa suatu akta sudah sepatutnya ditandatangani. Tandatangan ini menyebabkan orang yang menandatanganinya mengetahui isi dari akta yang ditandatanganinya. Orang tersebut juga terikat dengan pada isi dari akta tersebut.
Dalam BW, surat sebagai alat bukti tertentu dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
1. AKTA BAWAH TANGAN : dimana penandatanganan atas surat / aktatersebut dilakukan tidak di depan pejabat umum atau tidak ditandatangani oleh pejabat umum, sebagai mana dijelaskan dalam KUHPer pasal 1874, dan juga sebagian pada pasal 1869.
2. AKTA OTENTIK : dimana penandatanganan surat / akta tersebut dilakukan di depan pejabat umum atau ditanda-tangani langsung oleh pejabat umum, sesuai pasal 1868 KUHPerdata.
Akta otentik memiliki kekuatan hukum yang paling utama di depan hakim. Pengertian akta sendiri sebenarnya adalah suatu surat yang diberi tandatangan, yang memuat peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hal atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. Jadi untuk dapat digolongkan dalam golongan akta maka surat tersebut harus ditandatangani
Keharusan akan adanya tandatangan dalam surat sehingga surat tersebut dapat disebut sebagai akat diatur dalam (pasal 1869 BW).
Fungsi dari tandatangan disini adalah untuk memberi ciri atau mengindividualisir sebuah akta. Oleh karena itu nama atau tandatangan yang ditulis dalam huruf balok adalah tidak cukup, karena dari tulisan huruf balok itu tidak tampak ciri-ciri atau sifat-sifat dari si pembuat.
Yang dimaksud dengan penanda-tanganan adalah membubuhkan nama dari si penandatanganan, sehingga membubuhkan paraf, yaitu singkatan tandatangan saja adalah tidak cukup Nama itu harus ditulis tangan oleh si penanda-tangan sendiri.
Dipersamakan dengan tandatangan pada suatu akta dibawah-tangan ialah sidik jari (cap jari, atau cap jempol) yang dikuatkan dengan suatu keterangan yang diberi tanggal oleh seorang notaris atau pejabat umum lain yang ditunjuk oleh undang-undang. Notaris atau pejabat tersebut harus memberikan pernyataan bahwa ia mengenal orang yang membubuhkan sidik jari atau orang tersebut diperkenalkan kepadanya, dan bahwa isi akta itu telah dibacakan atau dijelaskan kepadanya, kemudian sidik jari itu dibubuhkan pada akta dihadapan pejabat tersebut (ps. 1874 BW, S.1867no 29, 286 RBG)
Pengesahan sidik jari dikenal dengan istilah ‘ waarmerking’, dan waarmerking ini berbeda dibandingkan dengan legalisasi. Tandatangan itu bisa juga dalam bentuk stempel atau bentuk lainnya. Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia (Jogjakarta, penerbit Liberty;1993), SEMA 10/1964 30 April 1964: suratkuasa dapat dibuat dibawah tangan asalkan saja sidik jari (cap jempol) dari si pemberi kuasa disahkan (dilegalisir) oleh Ketua Pengadilan Negeri.
Selanjutnya (baca S.1916 No.46) tentang waarmerking akta dibawah-tangan dan S.1909 No 291 tentang legilasi tandatangan. Syarat dari digunakannya tandatangan adalah tanda tangan itu harus digunakan secara teratur.
Keterangan / kontrak yang sudah dibubuhi ‘tanda-tangan’ tersebut lantas dianggap memang berasal dari orang yang tandatangannya tertera diatasnya dan orang tersebut lantas terikat oleh keterangan tersebut.
Tandatangan bukan merupakan bagian yang penting dari suatu transaksi/ kontrak, tetapi kehadirannya dilihat atau diperhatikan karena keberadaannya atau bentuknya (form).
Penandatanganan suatu dokumen secara umum mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Bukti: suatu tandatangan akan mengotentifikasikanpenandatangan dengan dokumen yang ditandatanganinya. Pada saat penandatangan membubuhkan tanda tangan dalam suatu bentuk yang khusus, tulisan tersebut akan mempunyai hubungan dengan penandatangan.
2.Persetujuan : dalam pengunaannya dalam berbagai konteks baik oleh hukum atau oleh kebiasaan, tandatangan melambangkan adanya persetujuan atau otorisasi terhadap suatu tulisan, atau penandatangan telah secara sadar mengetahui bahwa tanda tangan tersebut mempunyai konsekuensi hukum
Dalam Pasal 187 KUHP (kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, UU nomor 8 tahun 1981), disebutkan bahwa pengadilan juga menerima segala macam tulisan/ surat, baik tulisan/ surat yang bertanda-tangan maupun yang tidak ditandatangani.
Salah satu alasan untuk memasukan surat ‘tak bertandatangan’ dalam KUHAP adalah karena beberapa alat bukti tulisan mungkin bukan berupa ‘perjanjian’ tetapi bisa jadi merupakan barang bukti yang ditemukan dalam proses penyidikan.
Penggunaan tandatangan di dalam suatu akta adalah sangat penting, karena tanpa adanya tandatangan maka surat tersebut hanyalah bersifat sebagai surat belaka dan bukan bersifat sebagai akta.

LABEL HALAL DILIHAT DARI ASPEK EKONOMI

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kita banyak menemukan slogan “HALAL” dalam produk makanan dan minuman. Masyarakat yang sebagai konsumen lebih memilih barang yang dibeli yang telah ada slogan Halalnya. Tetapi terdapat isu bahwa banyak produk-produk yang dijual dipasar tradisional maupun modern yang berslogan Halal itu, belum tentu Halal. Karena masih ada produsen yang tidak mengetahui mana saja yang termasuk halal dan mana yang diharamkan.
Konsumen mulai resah mendengar isu tersebut, pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia bertindak dengan membahas RUU Jaminan Produk Halal.
2. Tujuan
Tujuan dalam pemaparan makalah ini adalah memberi pemahaman dan gambaran tentang pandangan Halal dalam aspek hukum ekonomi. Sehingga diharapkan dapat memberi pengertian yang jelas tentang bagaimana pandangan Halal dalam segi aspek hukum kepada pembaca.

PEMBAHASAN
Kita banyak menemukan slogan “HALAL” dalam produk makanan dan minuman. Masyarakat yang sebagai konsumen lebih memilih barang yang dibeli yang telah ada slogan Halalnya. Tetapi terdapat isu bahwa banyak produk-produk yang dijual dipasar tradisional maupun modern yang berslogan Halal itu, belum tentu Halal. Karena masih ada produsen yang tidak mengetahui mana saja yang termasuk halal dan mana yang diharamkan. Konsumen mulai resah mendengar isu tersebut, pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia bertindak dengan membahas RUU Jaminan Produk Halal.
Halal dalam istilah bahasa Arab, di dalam agama Islam yang artinya “diizinkan” atau “ boleh”. Dalam kehidupan sehari-hari slogan halal ini banyak dijumpai di produk makanan, minuman, obat-obatan yang diizinkan untuk dikonsumsi menurut dalam Islam. Sertifikat Halal (fatwa tertulis) adalah keterangan tertulis tentang fatwa halalnya suatu produk yang ditetapkan dan dikeluarkan oleh MUI. Penerbitan sertifikat halal oleh MUI akan mempertahankan kredibilitas dan kepercayaan terhadap sertifikat halal yang selama ini di terima dan diakui secara luas di lingkungan umat Islam.
MUI dan ormas Islam berpendapat bahwa peran pemerintah sebagai lembaga publik dan kenegaraan dalam Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal meliputi
1. penerbitan nomor regristasi halal;
2. pengaturan label halal pada kemasan produk halal;
3. pengawasan produk yang beredar;
4. pengawasan produsen produk halal;
5. pembinaan, sosialisasi, komunikasi dan penyadaran (dikenal KIE: komunikasi, informasi dan edukasi) kepada masyarakat dan pelaku usaha;
6. pengawasan/penyediaan sarana dan prasarana fisik yang berkaitan dengan penyelenggaraan jaminan produk halal;
7. penyelenggaraan kerjasama dengan Negara lain di bidang perdagangan produk halal;
8. penindakan (law enforcement) terhadap berbagai pihak yang melakukan pelanggaran dalam penyelenggaraan jaminan produk halal; dan
9. Mengalokasikan anggaran jaminan produk halal melalui APBN/APBD.
MUI dan Ormas Islam sepakat bahwa dialog dengan berbagai pihak dalam rangka memperoleh titik temu terhadap pembahasan RUU JPH sangat penting demi terlaksananya perlindungan masyarakat dalam aspek syar’i sesuai hak konstitusional umat Islam sebagai warga Negara.
Pengertian Halal-haram menurut Islam, Di setiap agama ada ketentuan yang harus dipatuhi oleh pemeluknya seperti dalam Islam ada ketentuan yang harus dipatuhi dalam hal makanan dan minuman. Hampir semua yang dapat dikonsumsi adalah halal. Dan hanya sedikit yang diharamkan.
Pengertian makanan halal dan minuman halal :
– Halal secara zatnya
– Halal cara memprosesnya
– Halal cara penyembelihannya
– Minuman yang tidak diharamkan
– Halal cara memperolehnya
Dalam Islam ada pengertian :
– Halal
– Tidak Halal (haram)
– Diragukan kehalallannya
– Tidak ada pengertian halal 100% halal
makanan yang berasal dari bahan Hewani yang dinyatakan tidak halal/haram adalah :
– Bangkai
– Darah
– Babi
– Hewan yang tidak disembelih sesuai dengan tuntutan Islam
– Hewan yang disembeli untuk dipersembahkan kepada selain Allah
– Untuk minuman beralkohol

Sertifikat Halal
– MUI melindungi umat
– Produsen merebut pasar/ konsumen
– Bertemu pada titik yang sama-sama menguntungkan

Kaitan dengan kemajuan teknologi :
– beragam cara penyembelihan hewan lokal/impor
– asal-usul bahan utama dan bentuknya

Sertifikat Halal adalah kepercayaan :
– umat Islam kepada MUI
– MUI kepada pengusaha
– pentingnya Auditor Halal Internal karena MUI tidak dapat mengawasi terus menerus

cara memperoleh sertifikat halal :
– permohonan dari perusahaan
– pemohon mengisi formulir dari LPPOM MUI, dilengkapi data administrasi pendukung.
– LPPOM MUI mengaudit perusahaan pemohon

Sertifikasi halal dilakukan oleh lembaga yang mempunyai otoritas untuk melaksanakannya, tujuan akhir dari sertifikasi halal adalah adanya pengakuan secara legal formal bahwa produk yang dikeluarkan telah memenuhi ketentuan halal.[3] Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas tingkat regional, internasional dan global, dikhawatirkan sedang dibanjiri pangan dan produk lainnya yang mengandung atau terkontaminasi unsur haram. Dalam teknik pemrosesan, penyimpanan, penanganan, dan pengepakan acapkali digunakan bahan pengawet yang membahayakan kesehatan atau bahan tambahan yang mengandung unsur haram yang dilarang dalam agama Islam.
Dalam segi ekonomi, Labelisasi halal merupakan rangkaian persyaratan yang seharusnya dipenuhi oleh pelaku usaha yang bergerak dibidang pengolahan produk makanan dan minuman atau diistilahkan secara umum sebagai pangan. Pangan (makanan dan minuman) yang halal, dan baik merupakan syarat penting untuk kemajuan produk-produk pangan lokal di Indonesia khususnya supaya dapat bersaing dengan produk lain baik di dalam maupun di luar negeri. Indonesia merupakan Negara dengan mayoritas penduduknya adalah muslim. Demi ketentraman dan kenyamanan konsumen pelaku usaha wajib menampilkan labelisasi halal yang sah dikeluarkan oleh pemerintah melalui aparat yang berwenang. Dengan menampilkan labelisasi halal pada pangan yang ditawarkan ke konsumen ini menjadikan peluang pasar yang baik sangat terbuka luas dan menjanjikan.
Dalam sistem perdagangan internasional masalah sertifikasi dan penandaan kehalalan produk mendapat perhatian baik dalam rangka memberikan perlindungan terhadap konsumen umat Islam di seluruh dunia sekaligus sebagai strategi menghadapi tantangan globalisasi dengan berlakunya sistem pasar bebas dalam kerangka ASEAN – AFTA, NAFTA, Masyarakat Ekonomi Eropa, dan Organisasi Perdagangan Internasional (World Trade Organization). Sistem perdagangan internasional sudah lama mengenal ketentuan halal dalam CODEX yang didukung oleh organisasi internasional berpengaruh antara lain WHO, FAO, dan WTO. Negara-negara produsen akan mengekspor produknya ke negara-negara berpenduduk Islam termasuk Indonesia. Dalam perdagangan internasional tersebut label/tanda halal pada produk mereka telah menjadi salah satu instrumen penting untuk mendapatkan akses pasar yang memperkuat daya saing produk domestiknya di pasar internasional.
Menurut Direktur LPPOM MUI, Prof. Dr. Hj. Aisjah Girindra, konsumen Indonesia sudah memperhatikan label halal. Ini terbukti label halal mempengaruhi penjualan produk makanan. Isu lemak babi pada tahun 1988, menyebabkan anjloknya omset penjualan beberapa produsen pangan. Isu adanya pencampuran daging sapi dengan daging celeng, menyebabkan anjloknya omset penjualan para penjual daging dan hasil olahannya. Isu baso tikus, ikan dan ayam berpormalin, menyebabkan turunnya omset penjualan. Labelisasi halal merupakan perijinan pemasangan logo halal pada kemasan produk pangan oleh Badan POM yang didasarkan pada sertifikasi halal yang dikeluarkan komisi fatwa MUI. Sertifikat berlaku selama 2 tahun dan dapat diperpanjang kembali dengan ketentuan-ketentuan tertentu. Industri pangan yang akan mengajukan sertifikasi halal disyaratkan telah menyusun dan mengimplementasikan Sistem Jaminan Halal. Pengaturan secara hukum mengenai labelisasi halal ini mencerminkan bahwa persoalan ini dianggap bukan persoalan penting bagi pemerintah. Upaya mengharmonisasikan dan merinci atau bahkan membentuk aturan yang lebih jelas dan terarah merupakan hal utama yang harus menjadi prioritas karena ini termasuk kedalam permasalahan kemaslahatan umat, khususnya umat Islam.
Saat ini pemerintah memberikan kewenangan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menerbitkan sertifikat halal pada produk makanan, minuman dan/atau kosmetik yang beredar di Indonesia. Setelah melalui proses penilaian oleh MUI, selanjutnya akan diterbitkan label halal. Label halal yang diterbitkan oleh MUI ini berlaku bagi makanan, minuman atau kosmetik yang telah diperiksa oleh MUI

PENUTUPAN
Berdasarkan penjelasan diatas tentang tulisan halal dari segi aspek hukum ekonomi. Kita mendapatkan wawasan tambahan arti penting Halal.

http://www.gunadarma.ac.id

Sumber :
http://muslimdaily.net/berita/lokal/mui-harapkan-peran-pemerintah-dalam-jaminan-produk-halal.html
http://ariefhikmah.com/search/contoh-logo-halal
http://www.mediasriwijaya.com/2012/04/label-halal-antara-syariah-politik-dan.html
http://drhyudi.blogspot.com/2009/07/pengertian-halal-haram-menurut-islam.html